Senin, 19 November 2012

CIRI EKONOMI ISLAM



Pembeda Utama antara Sistem Ekonomi Islam dan Sistem Ekonomi lainnya adalah sumbernya. Sistem Ekonomi Islam lahir dari sumber wahyu, sedang yang lain datang dari sumber akal. Karenanya, ciri Ekonomi Islam sangat khas dan sempurna, yaitu : Ilahiah dan Insaniah.

Berciri ilahiah karena berdiri di atas dasar aqidah, syariat dan akhlaq. Artinya, Ekonomi Islam berlandaskan kepada aqidah yang meyakini bahwa harta benda adalah milik Allah SWT, sedang manusia hanya sebagai khalifah yang mengelolanya (Istikhlaf), sebagaimana diamanatkan Allah SWT dalam surat Al-Hadiid ayat 7. Dan Ekonomi Islam berpijak kepada syariat yang mewajibkan pengelolaan harta benda sesuai aturan Syariat Islam, sebagaimana ditekankan dalam surat Al-Maa-idah ayat 48 bahwa setiap umat para Nabi punya aturan syariat dan sistem. Serta Ekonomi Islam berdiri di atas pilar akhlaq yang membentuk para pelaku Ekonomi Islam berakhlaqul karimah dalam segala tindak ekonominya, sebagaimana Rasulullah SAW mengingatkan bahwasanya beliau diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan akhlaq.

Berciri insaniah karena memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi dan sempurna. Sistem Ekonomi Islam tidak membunuh hak individu sebagaimana Allah SWT nyatakan dalam surat Al-Baqarah ayat 29 bahwa semua yang ada di Bumi diciptakan untuk semua orang. Namun pada saat yang sama tetap memelihara hak sosial dengan seimbang, sebagaimana diamanatkan dalam surat Al-Israa ayat 29 bahwa pengelolaan harta tidak boleh kikir, tapi juga tidak boleh boros. Di samping itu, tetap menjaga hubungan dengan negara sebagaimana diperintahkan dalam surat An-Nisaa ayat 59 yang mewajibkan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW serta Ulil Amri yang dalam hal ini boleh diartikan penguasa (pemerintah) selama taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Dengan kedua ciri di atas, aktivitas Sistem Ekonomi Islam terbagi dua : Pertama, individual yaitu aktivitas ekonomi yang bertujuan mendapatkan keuntungan materi bagi pelakunya, seperti perniagaan, pertukaran dan perusahaan. Kedua, sosial yaitu aktivitas ekonomi yang bertujuan memberikan keuntungan kepada orang lain, seperti pemberian, pertolongan dan perputaran.

Sekurangnya ada 15 (lima belas) aktivitas Ekonomi Islam yang bersifat individual, yaitu : Al-Bai’, As-Salam, Ash-Shorf, Asy-Syirkah, Al-Qiradh, Al-Musaqah, Al-Muzara’ah, Al-Mukhabarah, Al-Ijarah, Al-Ujroh, Al-Ji’alah, Asy-Syuf’ah, Ash-Shulhu, Al-Hajru, dan Ihya-ul Mawat. Kelimabelas aktivitas ekonomi di atas merupakan pintu mencari keuntungan materi yang dihalalkan Syariat Islam. Setiap individu bebas menjadi pelaku aktivitas ekonomi di atas dan bebas pula mengais keuntungan sesuai dengan rukun dan syarat yang ditetapkan syariat untuk tiap-tiap aktivitas tersebut.

Ada pun aktivitas Ekonomi Islam yang bersifat sosial sekurangnya juga ada 15 (lima belas), yaitu : Ash-Shodaqah, An-Nafaqoh, Al-Hadiyah, Al-Hibah, Al-Waqf, Al-Qordh, Al-Hawalah, Ar-Rahn, Al-‘Ariyah, Al-Wadi’ah, Al-Wakalah, Al-Kafalah, Adh-Dhoman, Al-Luqothoh, dan Al-Laqith. Dalam kelimabelas aktivitas ekonomi di atas para pelakunya tidak dibenarkan mengambil keuntungan untuk dirinya, melainkan ditujukan untuk memberi keuntungan kepada orang lain. Misalnya, dalam aktivitas Al-Qordh (Utang), si pemilik piutang (yang memberi utang) tidak dibenarkan mengambil ”untung” dengan mensyaratkan ”kelebihan” kepada orang yang berutang dalam pengembalian utangnya, walau satu sen, karena Al-Qordh adalah bentuk bantuan dan pertolongan kepada orang lain, bukan perniagaan, sehingga ”keuntungan” apa pun bagi pemberi utang yang disyaratkan dalam utang menjadi Riba yang diharamkan syariat, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Imam Ath-Thabrani rhm dalam Al-Mu’jam Al-Kabir.

Menariknya, dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Majah rhm disebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang pemberi utang untuk menerima hadiah atau memanfaatkan pinjaman barang apa pun dari orang yang berutang sebelum utangnya dilunasi, kecuali jika di antara keduanya sudah sering saling memberi hadiah atau meminjamkan barang dari sebelum adanya utang. Salah satu hikmah pelarangan ini adalah untuk menjaga kemurnian nilai sosial dan memelihara kemuliaan jiwa kepedulian tanpa pamrih yang ada dalam aktivitas Al-Qardh.

Selain itu, dalam rangka melindungi keseimbangan individual dan sosial dalam aktivitas ekonomi umat, maka Sistem Ekonomi Islam membuat proteksi yang tinggi dari segala penyimpangan perilaku ekonomi yang mengancam dan membahayakan keseimbangan tersebut. Untuk itu ada 8 (delapan) perilaku ekonomi menyimpang yang diharamkan syariat, yaitu : Ikrah (Pemaksaan), Ghashb (Perampasan), Gharar (Penipuan), Ihtikar (Penimbunan), Talaqqi Rukban (Pertengkulakan), Qimar (Perjudian), Risywah (Suap), dan Riba (Rente).

Lebih dari itu, Sistem Ekonomi Islam tidak hanya menjaga keseimbangan antara hak individu dan hak sosial, bahkan antara hak Khaliq dan hak makhluq. Karenanya, Ekonomi Islam disebut sebagai Ekonomi Wasathiyah (Ekonomi Pertengahan) yaitu sistem ekonomi yang menjaga tawazun (keseimbangan) antara : Hak Allah dan Hak Manusia, Hak Dunia dan Hak Akhirat, Hak Individu dan Hak Sosial, Hak Rakyat dan Hak Negara.

Berbeda dengan Sistem Ekonomi Barat, baik Kapitalis mau pun Komunis, yang hanya mengenal materi, angka dan untung-rugi, serta hanya bertujuan untuk : Pengendalian Pasar, Mengalahkan Pesaing, Memperkaya Diri dan Merugikan Orang.

Sepintas memang Kapitalis berbeda dengan Komunis. Kapitalis sangat individualisme dimana secara teori hanya fokus kepada : Membela Individu dan Membunuh Sosial. Sedang Komunis sangat sosialisme dimana secara teori hanya fokus kepada : Membela Sosial dan Membunuh Individu. Namun jika diperhatikan lebih mendalam, ternyata keduanya sama bermadzhab Materialisme yang bertujuan materi semata, dan sama berperisai Demokrasi untuk menghalalkan segala cara agar bebas mengais keuntungan, sehingga pada prakteknya, baik Kapitalis mau pun Komunis, tetap saja sama mengorbankan rakyat kecil.

Landasan sosio-ekonomi Barat, baik Kapitalis mau pun Komunis, adalah Riba yang merupakan cerminan dari pengambilan, kekejian, kekikiran, keegoisan dan ketamakan. Sedang landasan sosio-ekonomi Islam adalah Sedekah yang merupakan cerminan dari pemberian, kesucian, kemurahan, kesetia-kawanan dan ketulusan.
Dengan demikian, Sistem Ekonomi Islam tidak bisa disamakan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis yang kini tampil dengan Ekonomi Neo Liberal nya dan sering mengklaim sebagai Sistem Ekonomi Modern. Dan Sistem Ekonomi Islam juga tidak bisa disamakan dengan Sistem Ekonomi Komunis atau yang kini tampil dengan Ekonomi Neo Sosialis nya dan sering mengklaim sebagai Sistem Ekonomi Kerakyatan. Sistem Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi sempurna yang sudah teruji dan telah membuktikan kesempurnaan sistemnya selama tidak kurang dari 1300 tahun, yaitu sejak dari awal abad ke 7 Miladiyah saat kepemimpinan Rasulullah SAW s/d awal abad ke 20 Miladiyah saat kejatuhan Kekhilafahan Islam. Dan kini, di Millenium ke-3, Sistem Ekonomi Islam mulai bangkit kembali, dan sistem ini pasti berjaya sebagaimana pernah berjaya sebelumnya. Sedang Sistem Ekonomi Barat yang kini dibanggakan, masih sangat muda sekali umurnya dan belum teruji dengan baik, bahkan kini sedang mengalami kebangkrutan global untuk menuju kehancuran.

Kenapa Sistem Ekonomi Islam mampu berjaya sekian lama ? Jawabnya, karena sistem ini berciri ilahiah dan insaniah, dimana selalu menjaga keseimbangan aktivitas ekonominya. Lihat saja, di negeri-negeri Kapitalis pajak tinggi walau cari uang mudah, dan sebaliknya di negeri-negeri Komunis cari uang susah walau pajak rendah. Jadi, tidak pernah seimbang, selalu di posisi sulit bagi pelaku ekonominya. Sedang di Negara Islam yang berekonomi Islam, alhamdulillah, cari uang mudah dan pajak rendah. Itulah yang ditawarkan oleh Sistem Ekonomi Islam.

Ironisnya, di negeri kita yang mayoritas berpenduduk muslim terbesar di dunia : cari uang susah dan pajak tinggi ! Kasihan betul rakyatnya. Solusinya : Tegakkan Sistem Ekonomi Islam ! Allahu Akbar !

Kamis, 08 November 2012

HUKUM BINATANG



Buku: Kamus Halal Haram
Tidak jarang, dari sebuah pembicaraan yang tidak serius, saya dihadapkan pertanyaan ‘Hewan ini haram gak ya?’. Bersyukur saya pernah di hadiahi buku Kamus Halal dan Haram dari seorang teman dan didalamnya terdapat kaidah-kaidah penentuan halal & haramnya suatu makanan dan hukum halal-haram dari 86 binatang.
Dalam kesempatan kali ini saya ingin nge-post rangkuman dari buku Kamus Halal Haram tersebut.* Bukan supaya orang-orang gak beli bukunya, tapi supaya kalo ada yang nanya atau kalau saya dihadapkan dengan suatu makanan tertentu yang saya ragu kehalalannya bisa langsung buka link-nya saja :D. Yang saya cantumkan disini hanya kesimpulannya saja sehingga kalau mau tau lebih jelas, beli bukunya ya :D. Semoga bermanfaat.
KAIDAH-KAIDAH HALAL HARAM
  1. Makanan yg thayyib (baik) memiliki pengaruh yg baik pd jiwa & badan. memakan makanan yg halal & baik memiliki pengaruh yg besar thdp kejernihan hati dan terkabulnya doa serta diterima ibadah.
  2. Hukum asal dr semua binatang yang diciptakan Allah adalah boleh dimakan, kecuali bila ada dalil khusus atau umum yg menyatakan keharamannya
  3. Setiap binatang yg baik halal dimakan. sebaiknya setiap binatang yg buruk (khabits) haram dimakan. cara mengenalinya dgn mengenal sifat (karakteristik binatang) & makanannya
  4. Tidak ada hubungan antara haramnya daging & sesuatu yg dianggap buruk oleh org arab.
  5. Setiap binatang buas dan bertaring, dagingnya haram dimakan. “Sesungguhnya Rasulullah melarang untuk memaka daging binatang buas yang bertaring” (HR Bukhari & Muslim). Yang dimaksud binatang bertaring adl setiap binatang yg menyerang dgn taringnya dan menjadikannya alat untuk memangsa. “Orang yang memelihara binatang buas, maka ia akan tertular tabiat & perangai binatang yang dipiaranya. Dan jika memakan dagingnya, maka sangat mungkin ia akan menyerupai tabiat & perangai binatang itu, krn seseorang akan memiliki kemiripan dgn apa yang ia makan” Ibnul Qayyim
  6. Setiap binatang yang berkuku tajam dari jenis burung, dagingnya haram dimakan. “Rasulullah melarang untuk memakan daging binatang buas yang bertaring & burung yg berkuku tajam” (HR Muslim). Rajawali, elang, burung hantu, dll
  7. Setiap binatang yang diperintahkan untuk dibunuh maka dagingnya haram
  8. Setiap binatang yang dilarang untuk dibunuh, maka dagingnya haram di makan. spt semut, lebah madu, burung hud-hud, burung shurad, dll.
  9. Setiap binatang yg hidup di laut halal dimakan, baik ditemukan dlm kondisi hidup maupun setelah menjadi bangkai. “Dihalalkan bagi kamu binatang buruan dan makanan dr laut” (QS Al-Maidah:96). “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya”(HR Ahmad)
  10. Diperbolehkan memakan semua burung laut. kecuali burung bangau krn ia memakan ular
  11. Tidak boleh memakan semua binatang & burung yang memakan bangkai, walaupun tdk bertaring & berkuku tajam. binatang jallalah (binatang pemakan tinja) jg gak boleh. lele?
  12. Semua serangga haram dimakan, seperti kumbang, jangkrik, lalat, kalajengking, ular, cicak, dll. krn itu semua merupakan binatang yg buruk.
  13. Binatang yg lahir dr kawin silang
  14. Kesimpulan syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengenai sebab2 diharamkan suatu binatang dlm 3 kategori: binatang buas, buruknya makanan yang dimakan, buruknya binatang yg bersangkutan
  15. Semua binatang yang diharamkan boleh dimakan dlm keadaan terpaksa. “Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS al-Maidah:3)
HALAL HARAM 86 BINATANG
A…
  • Angsa : halal (daging yang baik)
  • Anjing : haram (bertaring & harus dibunuh)
  • Ayam : halal
B…
  • Babi : haram à “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi..” (QS al-Maaidah:3)
  • Bagal (gabungan kuda & keledai) : haram (kawin silang) “Pada waktu perang Khaibar, kami menyembelih kuda, bighaal dan keledai. Lalu Rasulullah melarang kami memakan daging bighaal dan keledai, dan tidak melarang kami memakan daging kuda” (HR Ahmad & Abu Dawud)
  • Belalang : halal à “Dihalalkan kepada kalian dua jenis bangkai dan darah. Dua jenis bangkai tersebut adalah ikan & belalang sedangkan 2 jenis darah itu adalah hati dan limpa” (HR Ahmad dan Ibnu Majah). Ibnu Abi Aufa “Kami pernah berperang bersama Rasulullah sebanyak 7kali dimana dlm peperangan itu kami memakan belalang” (HR al-Bukhari dan Muslim)
  • Beruang : haram (bertaring)
  • Biawak : halal
  • Biawak naga : haram (pemakan ular)
  • Buaya :  haram (bertaring, hdp di darat & di air, memakan serangga & katak)
  • Bunglon : haram
  • Burung bangau : haram (pemangsa ular & kotoran)
  • Burung Beo : halal (daging yg baik)
  • Burung bughats : haram (daging yang buruk)
  • Burung bulbul : halal (daging yg baik)
  • Burung elang : haram (berkuku tajam)
  • Burung gagak : haram (dilarang dibunuh)
  • Burung hantu : haram (daging yang buruk & berkuku tajam)
  • Burung hering : haram (buruk)
  • Burung hubara : halal
  • Burung hudhud : haram (dilarang dibunuh)
  • Burung humarah : halal
  • Burung ibis : halal (baik)
  • Burung kirwan : halal (baik)
  • Burung malik hazin : halal (baik)
  • Burung merak : halal
  • Burung nasar : haram (burung pemangsa dgn mengoyak2 mangsanya)
  • Burung pipit : halal
  • Burung qubbarah : halal (baik)
  • Burung rajawali : haram (berkuku tajam)
  • Burung shurad : haram à Ibnu Abbas “Rasulullah melarang untuk membunuh 4 macam binatang, semut, lebah, burung hudhud dan burung shurad” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
  • Burung sumana : halal (baik)
  • Burung unta : halal (baik)
C…
  • Cacing : haram (kecuali dlm sesuatu yg boleh dimakan)
  • Cheetah : haram (bertaring)
  • Cicak : haram (harus dibunuh) à “Beliau menyuruh untuk membunuh cicak. dan Beliau menamainya fuqaisiq (fasik kecil)” (HR Muslim)
E…
  • Elang hitam : haram (diperintahkan u membunuhnya)
G…
  • Gajah : haram (bertaring)
  • Garangan : haram (pemangsa ular)
H…
  • Hyena : halal
I…
  • Itik : halal (daging yg baik)
J…
  • Jakal (sejenis serigala) : haram
  • Jerapah : halal (baik)
  • Jerboa (menyerupai tikus tp k2 kakinya panjang) : halal (daging yang baik & binatang ini hrs dibayar tebusannya jika dibunuh di tanah haram atw dibunuh oleh org yg sdg ihram)
K…
  • Kadal : haram (buruk)
  • Kalajengking : haram
  • Kambing : halal
  • Kambing hutan : halal
  • Kangguru : halal (baik)
  • Katak : haram (dilarang dibunuh)
  • Keledai : haram (yg jinak) & halal (liar)
  • Kelelawar : haram (buruk)
  • Kelinci : halal
  • Kelinci bukit batu : halal (baik)
  • Kera : haram (buruk)
  • Kijang : halal
  • Kijang putih : halal (baik)
  • Kucing : haram (bertaring)
  • Kuda : halal
  • Kumbang : haram (daging yg buruk). Sering menempel pd tempat tinja & membawa kotoran itu ke sarangnya. ia akan mati jika mencium aroma bunga mawar.
  • Kumbang pohon : haram (seragga yg buruk)
  • Kura2 : haram (buruk & pemangsa ular)
  • Kuskus : haram (buruk, hewan paling bau)
  • Kutu : haram (menjijikkan)
L…
  • Laba2 : haram (buruk)
  • Lalat : haram (buruk)
  • Landak : haram (memakan serangga)
  • Lebah : haram (dilarang dibunuh)
M…
  • Macan tutul : haram (bertaring)
  • Merpati : halal (baik yg jinak/liar)
  • Merpati liar : halal
  • Musang : haram (sejenis tikus yang termasuk binatang fawaasiq) “Ada lima jenis binatang fawaasiq yang harus dibunuh baik di tanah halal maupun ditanah haram yaitu: burung rajawali, burung gagak, tikus, kalajengking, dan anjing gila” (HR al-Bukhari & Muslim)
N…
  • Nyamuk : haram (serangga yang buruk). Nyamuk tdk memiliki darah, darah yg terlihat pd binatang ini adalah darah yg dihisap dr manusia
P…
  • Penguin : halal (burung laut)
R…
  • Rayap : haram (serangga)
  • Rubah : haram (buas)
  • Rusa : halal (daging yang baik)
S…
  • Sapi : halal (binatang ternak)
  • Semut : haram (dilarang dibunuh)
  • Serigala : haram (buas)
  • Singa : haram (buas)
T…
  • Tikus : haram (harus dibunuh)
  • Tikus Got : haram (daging yg buruk)
  • Tupai : halal
U…
  • Ular : haram à “Bunuhlah ular” (HR al-Bukhari dan Muslim)
  • Unta: Halal (binatang ternak) “Dihalalkan bagimu binatang ternak” (QS al-Maidah:1)

Selasa, 06 November 2012

KESERASIAN GENDER



Wawasan Kebangsaan: Keserasian Gender
Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti "jenis kelamin", kemudian menjadi sebuah istilah yang bermakna pembedaan peran dan tanggung-jawab antara laki-laki dan perempuan. Namun belakangan, Gender tidak lagi dibatasi pada persoalan sex (jenis kelamin) terkait maskulin dan feminin dalam tataran heterosexual, tapi juga mencakup jenis Gender ketiga yang bersifat cair dan berubah-ubah, serta senang memakai pakaian Gender lain dalam tataran homosexual atau lesbianisme.
Istilah "Bias Gender" biasa digunakan untuk menunjukkan suatu kondisi pembedaan yang merugikan kaum wanita dan menguntungkan kaum pria sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin. Sedang istilah "Kesetaraan Gender" biasa digunakan untuk menunjukkan suatu kondisi yang posisi peran dan tanggung-jawab wanita dan pria setara tidak berbeda dalam semua hal.
Kini, dalam konteks Wawasan Kebangsaan, penulis mencoba menawarkan istilah "Keserasian Gender" untuk menunjukkan suatu kondisi keharmonisan dalam perbedaan peran dan tanggung-jawab antara laki-laki dan perempuan. Ini penting, karena Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia memiliki aturan yang komprehensif tentang pembagian peran dan tanggung-jawab antara pria dan wanita sesuai dengan aspek biologis dan psikologisnya masing-masing secara adil. Dengan "Keserasian Gender" akan terwujud keharmonisan hubungan antara jenis pria dan wanita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk menuju Indonesia yang adil dan makmur. Insya Allah !
ISLAM DAN GENDER
Di masa jahiliyyah, hampir seluruh bagian dunia menempatkan wanita sebagai jenis hina, makhluk rendah, manusia kelas dua, pelengkap kehidupan, barang hiburan, pemuas hawa nafsu, sumber dari segala dosa dan budak rumah tangga. Wanita menjadi korban ketidak-adilan dan mangsa penindasaan selama berabad-abad.
Di Jazirah Arab, mengubur hidup-hidup anak perempuan menjadi tradisi yang dibanggakan. Lalu Rasulullah Muhammad SAW datang menyinari dunia dengan Risalah Islam yang membela wanita dari ketidak-adilan dan menyelamatkannya dari penindasan, bahkan mengangkat derajatnya ke tingkat yang sangat terhormat dan memberi perlindungan tingkat tinggi, serta memperlakukannya dengan seadil-adilnya.
Islam tidak melarang kaum wanita untuk berkarir dan berprestasi dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, sosial, budaya dan tekhnologi, selama terpenuhi rukun dan syaratnya, serta tidak dilanggar batasan syariatnya. Bahkan dalam Islam, wanita diwajibkan untuk menuntut ilmu sebagaimana diwajibkannya kaum pria. Dalam ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, wanita dan pria punya kewajiban yang sama, serta mendapat janji dan ancaman yang sama pula. Ada pun dalam pembedaan peran dan tanggung-jawab antara laki-laki dan perempuan dalam harmoni kehidupan, maka Islam menetapkan aturan yang sangat adil sesuai  aspek biologis dan psikologis masing-masing jenis kelamin, untuk mewujudkan "Keserasian Gender" yang mencerminkan "Keadilan Gender" dalam makna yang benar.
Dalam Islam, wanita makhluk mulia dan terhormat yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi, bahkan memiliki sejumlah keistimewaan yang tidak dimiliki kaum pria. Islam menjadikan penghormatan kepada ibu tiga kali lebih utama dari pada penghormatan kepada ayah. Islam menempatkan surga di telapak kaki ibu, bukan di telapak kaki ayah. Islam mewajibkan pria yang membayar mahar perkawinan kepada wanita, tidak sebaliknya. Islam mewajibkan pria untuk memberi perlindungan kepada wanita, bukan sebaliknya. Islam mengutamakan pihak wanita dari pada pihak pria dalam hak hadhonah (pemeliharaan anak) saat terjadi perceraian. Islam membebankan pria dengan kewajiban berat yang tidak dibebankan kepada wanita, seperti mencari nafkah, menegakkan shalat berjama'ah di masjid, melaksanakan shalat Jum'at, memimpin negara dan jihad.
Bahkan dalam sejumlah hal yang tidak sedikit, Islam lebih memperhatikan wanita dari pada pria. Misalnya, dalam pembagian warisan, ana laki mendapat bagian dua kali bagian anak perempuan dari warisan ayahnya yang meninggal dunia, dengan ketentuan bahwa si anak laki berkewajiban untuk menanggung nafkah ibu dan saudari-saudarinya yang ditinggal sang ayah, sedang si anak perempuan tidak diwajibkan yang demikian itu. Secara matematis, bagian warisan anak laki dalam waktu tertentu akan habis terpakai untuk pembiayaan keluarga, sedang bagian warisan anak perempuan akan tetap tidak berkurang.
Misal lainnya, dalam soal pemberian (hadiah / hibah), Islam menganjurkan penyama-rataan bagian antara anak laki dan perempuan, bahkan jika harus dibedakan maka dianjurkan bagian anak perempuan yang dilebihkan dari pada bagian anak laki, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani rhm dan Imam Al-Baihaqi rhm tentang sabda Nabi Muhammad SAW yang bunyi terjemahannya : "Samakanlah di antara anak-anakmu dalam pemberian. Andaikata aku melebihkan bagian seseorang (dari anak-anakku), niscaya aku lebihkan bagian anak perempuan." Disana masih banyak lagi dalil-dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menunjukkan keistimewaan wanita yang tidak dimiliki pria. Silakan menelusurinya bagi yang ingin tahu lebih banyak.
Selain itu, Islam memberi wanita "cuti rutin" dari shalat tanpa qodho dan puasa dengan qodho saat haidh atau nifas. Tentu ini hal yang sangat istimewa buat kaum wanita, sebagai rahmat dari Allah SWT untuk memudahkan kehidupan mereka dan meringankan bebannya. Betapa Islam "memanjakan" kaum wanita dengan penuh cinta dan kasih sayang. Subhanallah !
BARAT DAN GENDER
Kaum wanita di Barat mengalami nasib tragis berupa penindasan berkepenjangan akibat jenis kelamin. Dari zaman Yunani kuno hingga zaman modern sekali pun, wanita divonis sebagai manusia cacat, bahkan dianggap sebagai makhluq setengah manusia, sehingga hanya menjadi objek perlakuan sewenang-wenang dari kaum pria yang merasa sebagai manusia utuh dan sempurna. Sementara agama yang mereka anut tidak memberikan solusi sejati terhadap persoalan tersebut.
Akumulatif kekecewaan dan sakit hati kaum wanita di Barat telah melahirkan Gerakan Feminisme yang merupakan pemberontakan wanita Barat terhadap kezaliman kaum prianya. Sekitar tahun 1970-an, Gerakan Feminisme di London melahirkan tuntutan "Gender Equatity" (Kesetaraan Gender), yaitu tuntutan penyetaraan serta penyamaan peran dan tanggung-jawab laki-laki dan perempuan, mulai dari persoalan individu, keluarga hingga urusan negara.
Hingga kini pun, Barat tidak punya solusi bagus untuk mengatasi persoalan "Bias Gender" yang terus berlangsung hingga saat ini. Sekali pun di Barat telah terjadi Gerakan Feminisme secara besar-besaran dalam tuntutan "Kesetaraan Gender", namun pada prakteknya tetap saja Barat menempatkan wanita hanya sebagai "Budak Syahwat". Lihat saja, dengan dalih modernitas, kecantikan wanita difestivalkan, dan keindahan tubuhnya dipertontonkan, serta goyang erotisnya diperlombakan. Bahkan tarian wanita telanjang (striptis) dijadikan objek wisata resmi, dan pelacuran pun dijadikan profesi kerja legal bagi perempuan. Semua itu fakta tak terpungkiri, bahwa kaum lelaki di Barat tetap dijadikan nomor satu sebagai "pembeli" dan "pemakai", sedang kaum perempuan tetap dijadikan nomor dua sebagai objek yang "dibeli" dan "dipakai".
Dengan demikian, latar belakang persoalan Gender di tengah masyarakat Barat dan penanganannya tidak sama dengan apa yang terjadi dalam sejarah Islam. Islam tidak pernah punya persoalan dengan "Gender". Dalam Islam tidak ada "Bias Gender", sehingga Islam tidak butuh "Kesetaraan Gender". Islam telah mengajarkan dan mengamalkan konsep "Keserasian Gender" yang sangat sempurna dan menakjubkan sejak hampir lima belas abad lalu, melalui praktek kehidupan Rasulullah SAW dan Ahlul Bait serta Para Shahabatnya yang mulia, rodhiyallahu 'anhum. Alhamdulillah !
INDONESIA DAN GENDER
Para pegiat Kesetaraan Gender di Indonesia berasal dari kalangan Liberal, karena Kesetaraan Gender sebagai salah satu jargon Feminisme memang lahir dari rahim Liberal. Gerombolan Liberal sudah sejak lama melakukan gerakan sistematis dan strategis untuk menggolkan proyek "Kesetaraan Gender". Di tahun 1980, mereka berhasil menyusup dan mempengaruhi Pemerintah Republik Indonesia untuk ikut menandatangani Konvensi Kesetaraan Gender yang dicetuskan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Kopenhagen. Konvensi tersebut dikenal sebagai "Convention on The Elimination of all forms of Discrimination Againts Women" yang disingkat dengan CEDAW.
Lalu di tahun 2000, mereka sukses mendorong Pemerintah RI untuk menerbitkan Instruksi Presiden No.9 Th. 2000 tentang Pengarus Utamaan Gender dalam Pembangunan. Dengan Inpres ini, Pemerintah RI ingin menunjukkan keseriusan komitmennya terhadap kesepakatan CEDAW yang pernah ditandai-tanganinya.
Dan di sekitar tahun 2006, melalui salah seorang pegiat Kesetaraan Gender yang aktiv di Pengarus Utamaan Gender - Departemen Agama RI, mereka melemparkan Draft Counter Legal - Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berisi usulan perubahan pasal-pasal perkawinan dan warisan dalam KHI, seperti larangan poligami, pemberian hak thalaq kepada wanita, penyamaan bagian waris anak laki dan perempuan, pemberlakun masa 'iddah bagi pria, dan sebagainya.
Selanjutnya di tahun 2011, para pegiat Kesetaraan Gender di Komnas HAM dan Komnas Perempuan serta LSM-LSM LIBERAL lainnya, telah berhasil mendorong pembentukan Tim Kerja (Timja) yang mengatas-namakan Kaukus Perempuan di DPR RI, untuk menyusun Draft Rancangan - Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender ( RUU - KKG ). Konon kabarnya, Timja tersebut telah melakukan studi banding ke Eropa dengan biaya milyaran rupiah yang berasal dari uang anggaran negara. Kini, rencananya DPR RI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk menggodok lebih lanjut RUU tersebut. Prosesnya memang masih panjang, tapi langkah untuk melahirkan UU KKG makin nyata, konkrit dan jelas.
Sebenarnya, Indonesia tidak punya persoalan dengan Gender, karena mayoritas bangsa Indonesia menganut ajaran Islam yang tidak "Bias Gender". Dan fakta lapangan pun dengan terang benderang menunjukkan bahwa wanita Indonesia memperoleh kebebasan berkarir dan berprestasi di segala bidang dengan jaminan perundang-undangan yang senantiasa terikat dengan norma-norma suci agama dan nilai-nilai luhur budaya. Lihat saja, wanita Indonesia ada di segala bidang, mulai dari sebagai ibu rumah tangga, guru, petani, nelayan, buruh pabrik, sarjana, cendikiawan, dokter, insinyur, ekonom, saintis, politisi, pejabat, menteri, anggota dewan, pimpinan partai, wartawan, kolumnis, presenter, motivator, pedagang eceran, pengusaha berkelas, bankir, direktur, komisaris, polisi, tentara, pengacara, jaksa, hakim, pramugari, pilot hingga supir sekali pun, dan lain sebagainya.
Karenanya, Indonesia tidak butuh UU KKG atau UU sejenisnya yang bertentangan dengan Syariat Islam yang menjadi ruh sebenarnya dari pilar-pilar kebangsaan Indonesia.